MAKALAH ETIKA BISNIS BAB 8 & 9 Pengertian budaya organisasi dan perusahaan, hubungan budaya dan etika, kendala dalam mewujudkan kinerja bisnis etis dan Hubungan perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial
MAKALAH
ETIKA BISNIS BAB 8 & 9
Pengertian budaya organisasi dan
perusahaan, hubungan budaya dan etika, kendala dalam mewujudkan kinerja bisnis
etis
dan
Hubungan perusahaan dengan
stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial
NAMA KELOMPOK 4 :
1. Abira Mahsa Putra
(10214078)
2. Eddo
Ahmad Fauzi (13214387)
3. Ririn
Mutia Sari (19214474)
4. Rizqiana
Minindallah (19214744)
5. Sovia
Yohana Lumban (1A214419)
6. Sri
Rahayu (1A214437)
7. Vera
Mega Fitria (1A214991)
A. Karakteristik budaya organisasi
Budaya organisasi adalah
sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah
sekumpulan karakteristik kunci
yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Robbins (2007), memberikan 7
karakteristik budaya sebagai berikut:
- Inovasi
dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan
didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
- Perhatian
terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
- Berorientasi
pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang
teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
- Berorientasi
kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen
mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam
organisasi.
- Berorientasi
pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang individu-individu.
- Agresivitas
yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
- Stabilitas
yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan
Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar:
- Control
culture. Budaya impersonal nyata yang
memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat
secara analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
- Collaborative
culture. Berdasarkan pada kenyataan
individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara
people-driven, organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi
elemen pokok.
- Competence
culture. Budaya personal yang
dilandaskan pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi,
alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis.
Orang-orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk
meraih sukses yang lebih tinggi.
- Cultivation
culture. Budaya yang berlandaskan
pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi
B. Fungsi budaya organisasi
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam
organisasi :
- BATAS
Budaya berperan sebagai penentu
batas-batas artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat
unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
- IDENTITAS
Budaya memuat rasa identitas suatu
organisasi.
- KOMITMEN
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen
terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
- STABILITAS
Budaya meningkatkan stabilitas sistem
sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi
dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan
dilakukan karyawan.
C. Pedoman tingkah laku
Antara manusia dan kebudayaan terjalin
hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa
manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu
merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan
merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil.
Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar.
Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi,
sosialisasi, dan enkulturasi.
- Apresiasi
Budaya
Istilah apresiasi berasal
dari bahasa inggris “apresiation” yang berarti penghargaan, penilaian,
pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja ” ti appreciate” yang berarti
menghargai, menilai, mengerti dalam bahasa indonesia menjadi mengapresiasi.
Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan,
penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.
- Hubungan
Etika Dan Budaya
Etika pada dasarnya adalah standar atau
moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam kerangka konsep etika
bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika
perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan,
karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan
karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan
lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan
karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
- Pengaruh
Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah
satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar
individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan
berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan
keyakinan yang terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka akan berpotensi
menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus
dalam peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
etika seseorang dariu tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam
pengambilan keputusan. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti
dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi
oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya
perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap perilaku etis.
Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan
perusahaannya.
- Kendala
dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis
Mentalitas para pelaku bisnis, terutama
top management yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh
kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya banyak bergantung pada
kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu berjenjang dari mulai
atas ke tingkat bawah. Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis, yaitu
:
– Faktor budaya masyarakat yang
cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu
muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung.
– Faktor sistem politik dan sistem
kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga menciptakan sistem ekonomi
yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini dapat terlihat dalam bentuk KKN.
- Kendala
– Kendala dalam Pencapaian Tujuan Etika Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di
Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf
(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar
moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku
bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara
untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan
campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi
laporan keuangan.
2. Banyak
perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini
muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau
antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau
konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang
dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan
perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar
moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan
peraturan.
3. Situasi
politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh
banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu
sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi
pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya.
Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk
memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya
penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah
divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku
jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi
pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum
ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis
dan manajemen.
SUMBER:
·
Robbins dan Judge.
2007. Perilaku Organisasi, buku 2. Jakarta : salemba empat.
MIND MAPPING
A.
BENTUK STAKEHOLDER
Stakeholders dapat diartikan sebagai
segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat.
Misalnya bilamana isu periklanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah
pihak-pihak yang terkait dalam isu periklanan, seperti nelayan, masyarakat
pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan ,pengelah ikan,
pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan, dan sebagainya.
Stakeholder dalam hal ini juga dinamakan pemangku kepentingan. Lembaga-lembaga
telah menggunakan istilah stakeholder ini secara luas kedalam proses
pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana stakeholder sering
dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan
suatu isi atau rencana. Stakeholder menurut definisinya adalah kelompok atau
individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup
organisasi. stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu
stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
·
Macam-Macam
Stakeholder.
Stakeholder
primer adalah ‘pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi
tidak dapat bertahan.’ Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan,
pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu
perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system stakeholder
primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok
kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang
berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis
dengan kelompok ini.
Stakeholder
sekunder didefinisikan sebagai ‘pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan
tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.’ Contohnya Pemerintah
setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung,
masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan
hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu
kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok
sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
Stakeholder
Kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal
pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif
sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu
keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten. Yang termasuk dalam
stakeholder kunci yaitu :
v Pemerintah
Kabupaten
v DPR
Kabupaten
v Dinas
yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
B.
STEREOTYPE, PREJUDICE, STIGMA SOSIAL
Stereotipe
adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok
di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas
pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan
hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat.
Namun, stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan
kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian
orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali
akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan
sepenuhnya dikarang-karang. Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang
berbeda mengenai asal mula stereotipe: psikolog menekankan pada pengalaman
dengan suatu kelompok, pola komunikasi tentang kelompok tersebut, dan konflik
antarkelompok. Sosiolog menekankan pada hubungan di antara kelompok dan posisi
kelompok-kelompok dalam tatanan sosial. Para humanis berorientasi psikoanalisis
(mis. Sander Gilman) menekankan bahwa stereotipe secara definisi tidak pernah
akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang kepada orang lainnya,
tanpa mempedulikan kenyataan yang sebenarnya. Walaupun jarang sekali stereotipe
itu sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik menunjukkan bahwa
dalam beberapa kasus stereotipe sesuai dengan fakta terukur.
Prasangka
(pejudice) berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan
mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar
ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar
penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain
selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang
tidak terpengaruh oleh alasan rasional.
Stigma
sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena
kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering
menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh sejarah stigma sosial
dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan
juga anak luar kawin, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi
pada agama atau etnis, seperti menjadi orang Yahudi atau orang Afrika Amerika.
Kriminalitas juga membawa adanya stigma sosial.
C.
MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggung
jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam
artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya
(namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan.
CSR
berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi
bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan
keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau
devidenmelainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk
saat ini maupun untuk jangka panjang.
Pengertian
tanggung jawab social perusahaan atau CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah
operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan
perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan
secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki
kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving,
corporate philanthropy, corporate community relations, dan community
development.
D.
KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Dalam
kehidupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap
tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan
sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam aturan adat. Sehingga tampak
bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses
kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya
dalam pranata sosial perusahaan dapat menentukan keberlangsungan aktivitas.
Kelompok
komunitas yang terarah yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk
bekerjadengan auditor sosial dalam mereview. Pemeriksaan sosial dan mengambil
tempat dalam pertemuan review.
Buku
catatan sosial diartikan oleh informasi yang rutin dikumpulkan selama setahun
untuk mencatat wujud dalam kaitannya pada pernyataan sasaran sosial.
·
Stakeholder : Orang
atau kelompok yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas organisasi atau
perusahaan.
·
Target : Suatu tingkat
keinginan yang dicapai dan biasanya didasari pada perencanaan yang telahdisusun
sebelumnya.
·
Transparasi : Sebuah
organisasi, dalam perhitungan yang terbuka dalam perhitungan sosial
bahwastakeholder mempunyai pemahaman yang baik tentang organisasinya dan
tingkah lakunyayang diwujudkan dan bagaimana hal tersebut dilaksanakan.
·
Triple bottom line :
Sebuah organisasi menciptakan laporan tahunan yang mencakup finansial, lingkungan
dangambaran sosial. Nilai (value)Kunci dari prinsip-prinsip yang diatur oleh
beroprasinya organisasi dan yang mempengaruhi jalannya organisasi serta tingkah
laku anggota-anggotanya.
·
Verifikasi : Sebuah
proses dari audit sosial dimana orang auditor dan laporan auditnya dibuat panel
yangmenyertakan perhitungan sosial dan informasi yang didasari pada apa yang
akandilaksanakan dan pernyataan-pernytaan yang didasari pada kompotensi serta
data yangreliabel.
·
Pernyataan visi :
(sebagai pernyataan misi) sebuah kalimat atau lebih kalimat yang secara jelas
dan nyatamembawa inti dari organisasi tentang kesiapan serta pengrtian yang
mudah diingat.
·
Kertas informasi :
Auditing sosial mengecek bahwa kita sudah berada pada jalur yang benar.
·
Audit sosial : Adalah
proses dimana sebuah organisasi dapat menaksir untuk keberadaan sosialnya,
laporan pada organisasi tersebut dan meningkatkan keberadaannya.
E.
DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan
dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia,
sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan
yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan
peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat
mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan
itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan
lebih bermakna.
Pada
dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam,
pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi
eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian
nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan
perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai
negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan
lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi
sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan
F.
MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme
Pengawasan Tingkah Laku Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan
sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan
kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang
dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme
pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring
dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah
laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan
oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang
dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku
anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam
jangka panjang.
Hal
dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan
peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri
yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja
yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai
dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang
bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah
menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal
dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk
menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan
tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan
perusahaan.
Dalam
kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap
tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan
sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tampak
bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses
kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya
dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas
SUMBER:
·
Arijanto, Agus., Etika
Bisnis bagi Pelaku Bisnis, Edisi ketiga, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2011.
Komentar
Posting Komentar