HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL
MAKALAH
ETIKA BISNIS
HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN
STAKEHOLDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL
kelompok 1
Aldy
Arief Rahman 10216521
Angelina
Pratiwi 10216841
Aprian
Muhammad Argi 10216981
Eva
Yulia Maharani 12215294
Marchelly
Eka Yani Riyadi 14215016
Yulita
Marlina 1C214560
Zaenatul
Faridah 1C214917
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
MANAJEMEN
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT
SOSIAL” tepat pada waktunya. Adapun maksud dan
tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis.
Selesainya makalah kelompok ini tidak terlepas dari bantuan teman – teman serta
bimbingan dari berbagai pihak hingga dapat terselesaikannya makalah ini.
Penulis mengucapkan terimakasih dengan kerendahaan hati semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pembaca
guna pengembangan selanjutnya
Bekasi, 15 April 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................ 1
KATA PENGANTAR............................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................
1.1 Latar belakang................................................................................... 4
1.2 Tujuan .............................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................
2.1 Pengertian Stakeholder......................................................................................... 5
2.2 Bentuk-Bentuk
Stakeholder............................................................................... 5
2.3 Stereotype,
Prejudice Dan Stigma Sosial...................................................... 6
2.4 Mengapa Perusahaan
Harus Bertanggung Jawab......................................................... 6
2.5 Komunitas Indonesia
Dan Etika Bisnis......................................................... 7
2.6 Dampak Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan............................................ 7
2.7 Mekanisme
Pengawasan Tingkah Laku........................................................ 8
BAB III PENUTUP............................................................................................................
3.1 KESIMPULAN
.......................................................................................................... 10
3.2 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Pada umumnya, stakeholder diartikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan
pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas
perusahaan. Oleh karena itu, hubungan yang baik dengan stakeholder adalah
sesuatu yang wajibdiwujudkan oleh perusahaan. Seiring dengan meningkatnya
kesadaran dan kepekaan dari stakeholder perushaan, maka konsep tanggungjawab
sosial (corporate social responsibility) muncul dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
Corporate social responsibility mendukung terciptanya pembangunan yang
berkelanjutan. Sehingga sebagai salah satu perwujudannya, perusahaan harus
mendistribusikan keuntungan-keuntungan ekonomi yang diperolehnya tidak hanya
kepada pemilik modal, tetapi kepada stakeholder termasuk masyarakat.Audit
sosial merupakan sebuah metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu bentuk
organisasi atau korporat. Proses audit dilakukan oleh pihak yang kompeten,
independen dan obyektif yang dikenal sebagai auditor.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang
oleh anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang
bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi
yang bersangkutan. Dengan adanya audit sosial, sebuah perusahaan akan melakukan
monitoring dan evaluasi dalam bidang sosial sebagai dasar untuk proses audit
sosial. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan,
maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN
STAKEHOLDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL”.
1.2 TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang:
1. Bentuk-bentuk stakeholder.
2. Stereotype, prejudice dan stigma sosial.
3. Mengapa perusahaan harus bertanggung jawab.
4. Komunitas Indonesia dan etika bisnis.
5. Dampak tanggung jawab sosial perusahaan dan mekanisme pengawasan tingkah laku.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN STAKEHOLDER
Stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu
dan permasalahan yang sedang diangkat. Menurut Kasali (2009), stakeholder
adalah setiap kelompok yang berada didalam maupun diluar perusahaan yang
mempunyai peran dalam perusahaan. Dalam pengertian lain, stakeholder adalah
pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau
dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan. Para stakeholder antara lain
masyarakat, karyawan, pemerintah, supplier, pasar modal dan lain-lain.
2.2 BENTUK-BENTUK STAKEHOLDER
Berdasarkan kekuatan posisi dan pengaruh stakeholder terhadap suatu isu,
stakeholder dapat dikategorikan kedalam beberapa bentuk. Ada tiga bentuk
stakeholder dalam bisnis, yaitu:
1) Stakeholder primer
Stakeholder ini memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu
kebijakan, program dan proyek. Oleh karena itu, pihak ini harus ditempatkan
sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. Stakeholder ini juga
dapat dikatakan sebagai pihak yang tanpa partisipasinya yang berkelanjutan,
suatu organisasi tidak dapat bertahan. Contohnya yaitu pemilik modal atau
saham, kreditur, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur, pesaing atau rekanan.
2) Stakeholder sekunder
Stakeholder ini tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap
suatu kebijakan, program dan proyek. Akan tetapi, pihak ini memiliki kepedulian
(concern) dan keprihatinan sehingga turut bersuara dan berpengaruh terhadap
sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. Stakeholder ini juga didefinisikan
sebagai pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan tetapi mereka
tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Yang termasuk stakeholder sekunder yaitu
pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, dsb.
3) Stakeholder kunci
Stakeholder ini memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan
keputusan. Stakeholder yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya,
legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu
proyek level daerah kabupaten. Yang termasuk dalam stakeholder kunci adalah
pemerintah kabupaten, DPR kabupaten dan dinas yang membawahi langsung proyek
yang bersangkutan.
2.3 STEREOTYPE, PREJUDICE DAN STIGMA SOSIAL
Stereotype adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi
terhadap kelompok dimana orang tersebut dikategorikan. Stereotype merupakan
jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk
menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan
secara cepat.
Prejudice atau prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang
terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda
dengan golongan orang yang berprasangka itu. Dengan kata lain, prasangka sosial
ditujukan pada orang atau kelompok yang berbeda dengannya atau kelompoknya.
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok
karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial
sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok.
Contoh stigma sosial dapat terjadi pada orang yang memiliki kelainan fisik
atau cacat mental, anak diluar pernikahan, homoseksual atau pekerjaan yang
merupakan nasionalisasi pada agama dan etnis seperti menjadi orang yahudi,
afrika dan sebagainya.
2.4 MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR)
adalah suatu konsep bahwa organisasi atau perusahaan memiliki suatu
tanggungjawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Corporate social responsibility berhubungan erat dengan pembangunan
berkelanjutan, artinya suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus
berdasarkan keputusan yang tidak semata berdasarkan aspek ekonomi seperti
tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan
lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.
Konsep tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) mucul sebagai akibat adanya
kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah
mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan
karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya kesadaran
dan kepekaan dari stakeholder perushaan, maka konsep tanggungjawab sosial
muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup
perusahaan di masa yang akan datang.
Tanggungjawab sosial perusahaan dapat didefiniskan sebagai suatu konsep
yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para
stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang
dimaksud adalah para shareholder, karyawan, customer, komunitas lokal,
pemerintah, LSM dan sebagainya.
2.5 KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Indonesia memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan
sesuai dengan model Indonesia. Hal ini dapat dipahami bahwa bila ditilik dari
bentuknya, komunitas Indonesia, komunitas elit dan komunitas rakyat.
Bentuk-bentuk pola hidup komunitas di Indonesia sangat bervariasi dari berburu,
meramu sampai dengan industri jasa. Dalam
suatu kenyataan di komunitas Indonesia pernah terjadi malapetaka di daerah
Nabire, Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan
keadaan cuaca yang kemarau, tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman
ini.
Kondisi ini mendorong pemerintah untuk dapat membantu komunitas tersebut.
Dari gambaran ini, tampak bahwa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elit
dalam memahami pola hidup komunitas lain. Dalam
konteks yang demikian, maka perusahaan dituntut untuk dapat memahami etika
bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder diluar perusahaannya, seperti
komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata–kata Soekarno, presiden pertama
Indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan diserahkan pengelolaan sumber daya
alam Indonesia kepada pihak asing sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”,
kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa
sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan
mungkin wilayah Indonesia diserahkan kepada asing (pengelolaannya). Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan
sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur
ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh
sebagai sebuah kekuatan bangsa.
2.6 DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
2.6 DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggungjawab sosial perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar akan memberikan
dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia,
sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan
yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan
peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat
mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan
itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan
lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber
daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun
bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun
demikian, nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan
dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai
negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang
bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat atau seberapa
luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan
perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang
membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang
sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya
terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan
lingkungan lain yang lebih luas. Jadi,
perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang
akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada
pemangku kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang
lebih baik.
Sebaliknya para penentang pengaturan
dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara formal berpendapat
apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal, disertai sanksi dan
penegakan hukum yang riil. Hal itu akan menjadi beban perusahaan. Beban
perusahaan akhirnya akan menjadi beban masyarakat sebagai pemangku kepentingan.
Oleh karena itu tanggung jawab sosial perusahaan sangat tepat apabila tetap
sebagai tanggung jawab moral, dengan semua konsekuensinya.
2.7 MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas
perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesuaian atau tidaknya tingkah
laku anggota tersebut dengan budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang
bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosial sebagai
suatu kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dan evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau
organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan
secara berkesinambungan. Monitoring yang dilakukan sifatnya jangka pendek
sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan
kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluasi
tersebut menjadi audit sosial.
Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk
menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari
proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang
diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai
dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Audit
sosial pada dasarnya adalah sebuah metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu
bentuk organisasi dalam hal ini korporat.
Menurut Social Enterprise Partnership dalam Rudito (2007:85), audit sosial
adalah sebuah metode yang dilakukan berkenaan dengan sebuah organisasi
(korporat, lembaga dan sebagainya) dalam merencanakan, mengatur dan mengukur
aktivitas non finansial serta untuk memantau konsekuensi secara eksternal dan
internal sekaligus dari sebuah organisasi atau korporasi yang bersifat
komersial.
Berkaitan dengan pelaksanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau
organisasi harus menjelaskan terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang
harus dijalankan, seperti:
1. Aktivitas apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah organisasi. Dalam
hal ini, sasaran apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju
2. Bagaimana cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut
sebagai rangkaian suatu tindakan yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang
sudah disususn sebelumnya.
3. Bagaimana mengukur dan merekam pokok-pokok yang harus dilakukan
berkaitan dengan sasaran yang dituju. Dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang
dilakukan tersebut.
Pelaksanaan auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja
mengukur dan mengarahkan berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi
dan misi yang ada. Pada awalnya ia membantu dalam memberikan segala keterangan
tentang berjalannya sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus
diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenyataan
sosial yang sedang berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang
oleh anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang
bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi
yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stakeholder diartikan sebagai
pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi atau
dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan. Yang dimaksud dengan stakeholder
adalah masyarakat, karyawan, pemerintah, shareholder dan lain-lain. Oleh karena
itu, hubungan yang baik dengan stakeholder adalah sesuatu yang wajib diwujudkan
oleh perusahaan. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari
stakeholder perushaan, maka konsep tanggungjawab sosial (corporate social
responsibility) muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Corporate social
responsibility adalah suatu konsep yang mewajibkan perusahaan untuk memenuhi
dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari
keuntungan.
Audit sosial merupakan sebuah metode untuk mengetahui keadaan sosial suatu
bentuk organisasi atau korporat. Proses audit dilakukan oleh pihak yang
kompeten, independen dan obyektif yang dikenal sebagai auditor. Audit sosial
ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh
anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang
bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi
yang bersangkutan.
3.2 DAFTAR PUSTAKA
Kasali, Rhenald.
(2009). Manajemen public relations: konsep dan aplikasinya di Indonesia.
Jakarta: Pustaka Utama.
Rudito, Bambang.,
Famiola, Melia. (2007). Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Bandung: Rekayasa Sains.
Komentar
Posting Komentar